Friday, August 28, 2009

Belajar Theology

Dalam bukunya Mere Christianity, C. S. Lewis menuliskan, "[If] you do not listen to Theology, that will not mean that you have no idea about God. It will mean that you have a lot of wrong ones--bad, muddled, out-of-date ideas." Kalau Bruce Milne menyatakan bahwa setiap orang kristen adalah theolog, Charles Ryrie lebih jauh menegaskan bahwa setiap orang adalah theolog.

Menyadari hal itu, sudah semestinya kalau setiap orang kristen menjadikan diri mereka pembelajar dalam upaya mengenal Bapa, jalan-jalan-Nya, dan juga kehendak-Nya bagi hidup kita. Dengan tidak melupakan untuk mempraktekkan iman kita dalam kehidupan sehari-hari, kita dituntut untuk bertumbuh dalam pengetahuan akan Allah. Untuk dapat melakukan tindakan yang benar, pilihan yang tepat, maupun gaya hidup yang berkenan, kita perlu pengetahuan.

Pengetahuan bisa menjadikan orang sombong, tetapi mengabaikan pengetahuan akan Allah juga merupakan kesombongan yang lain. Alih-alih terperangkap dalam kesombongan, pengetahuan kita semestinya membawa pertumbuhan iman.

Setelah belajar dan mengerti, semestinya kita seperti ahli Taurat yang menerima pelajaran dari hal Kerajaan Sorga, yaitu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya (Mat.13:52).

Pengajaran Yesus merupakan kejutan besar bagi orang Yahudi zaman itu. Firman hidup itu menusuk amat dalam, melampaui hati dan pikiran mereka, bahkan menelanjangi kebenaran semu yang selama ini mereka pahami. Misalnya saja mengenai pengertian mereka bahwa orang Yahudi, sebagai keturunan Abraham, sudah selayaknya mewarisi kekayaan duniawi atas janji Allah dan nantinya pasti juga masuk surga. Pengertian ini tumbang dengan cerita Yesus mengenai Lazarus dan orang kaya (lih. Luk.16:19-31).

Memang sejak jaman Ezra para ahli Taurat, yang juga merupakan golongan terpandang, telah melaksanakan tugas mereka mempertahankan hukum Allah, memperlajarinya, serta mempraktekkan hukum-hukum tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan berjalannya waktu, pelaksanaannya menjadi rutinitas yang membosankan. Bahkan dengan tambahan tradisi sana-sini, rakyat menjadi terbebani olehnya (Lih.
Luk.11:46-52).

Seperti yang telah dilakukan olah para ahli Taurat di masa Yesus, di jaman sekarang, orang bisa juga berbuat hal yang sama dengan theologi kristen: menjadikannya senjata untuk membenarkan diri dan menyudutkan golongan tertentu. Karena itu mempelajarinya butuh kerendahan hati dan tuntunan Roh Kudus, sambil mengingat bahwa kita tidak hanya butuh doktrin yang benar, tetapi hubungan yang benar, baik dengan Allah dan saudara kita. Berdoa akan mendasari hubungan itu tetap terjaga.

Selamat belajar! ***)